Powered By Blogger

Rabu, 08 Juni 2011

AGNIHOTRA DAN EFEK PSIKO-KOSMOS


AGNIHOTRA DAN EFEK PSIKO-KOSMOS :
AGNIHOTRA (AGNIHOMA) DAN UPAYA MEWUJUDKAN HARMONISASI
UNIVERSAL PADA SELURUH SISEM KOSMOS
Oleh : I Ketut Donder*)

agnihotraImage

Persembahan yang dijatuhkan kedalam api
akan mencapai matahari dari matahari turunlah hujan (MDh.S. III.76).
Karena makanan mahluk bisa hidup, karena hujan makanan bisa
tumbuh,  karena persembahan hujan turun (Bhg. III.14)

agnihotrapic2ox     agnihotra%20kit
GAMBAR RITUAL AGNIHOTRA
RITUAL VEDA (RAJA UPACARA) SEJAK LAMA TELAH DILUPAKAN OLEH SEBAGIAN BESAR UMAT HINDU NUSANTARA NAMUN BELAKANGAN INI
MULAI NAMPAK BERSINAR KEMBALI   

AGNIHOTRA DAN EFEK PSIKO-KOSMOS :
AGNIHOTRA (AGNIHOMA) DAN UPAYA MEWUJUDKAN HARMONISASI
UNIVERSAL PADA SELURUH SISTEM KOSMOS
Oleh : I Ketut Donder*)

I.    Agama, Ritual, dan Sains 
1.1    Keintelektualan Umat Hindu
Sri Chandrasekarendra Sarasvati Svami (2008:xxvii) memulai wejangannya yang sangat panjang dengan sebuah pertanyaan; mengapa orang-orang Hindu yang terpelajar tidak memahami ajaran agama mereka? Apakah pendidikan mereka telah menjauhkan mereka dari agama dan budaya mereka? Jika demikian, maka hal itu menjadi suatu ironi yang tragis dari orang-orang Hindu. Buku wejangan Chandrasekarendra yang panjang itu telah menjadi sebuah buku yang sangat tebal (± 1000 hlm) dengan judul Hindu Dharma : The Universal Way of Life dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Paramita Surabaya (2008). Buku ini baik sekali untuk dibaca dalam rangka memperluas wawasan pengetahuan kehinduan.
Kesenjangan pengetahuan umat Hindu terhadap ajaran agama yang seharusnya dipahami sangat mencolok. Kesenjangan pengetahuan itu bukan saja dialami oleh umat Hindu yang awam, tetapi juga dialami oleh umat Hindu yang terpelajar, sebagaimana kata-kata Chandrasekarendra Sarasvati Svami di atas. Oleh sebab itulah kita sering mendengar banyak pendapat intelektual Hindu yang ”ngawur” ketika menguraikan ajaran Hindu di depan umum. Sebagai contoh; adanya pendapat intelektual Hindu yang mengatakan bahwa teologi Hindu tidak jelas atau teologi Hindu itu di awang-awang, sementara intelektual tersebut sangat awam terhadap ilmu teologi dan teologi Hindu. Mestinya ia tidak berhak ngomong yang tidak ia ketahui secara pasti, karena pendapatnya dapat merusak pandangan orang lain yang masih lugu. Seorang intelektual Hindu ”mutlak harus” mengingat dan mencamkan peringatan Bhagavadgita III.21, 26, 33 yang menyatakan bahwa ”orang besar (intelektual) adalah contoh, janganlah orang intelek membodohi orang awam, sikap-pandangan dan perilaku orang intelek akan diikuti oleh yang lainnya”. Ada juga pandangan intelektual Hindu yang menyatakan bahwa Veda bukan produk India atau Veda tidak lahir di India. Pernyataan seperti ini akan menjadi bahan tertawaan anak kecil, sebab sejak SD semua orang baik orang Hindu maupun non-Hindu telah diajarkan melalui catatan sejarah yang telah dibuktikan ribuan tahun bahwa Veda lahir (diturunkan atau diwahyukan dan diterima oleh para maharsi di India). Sebagai seorang Hindu, walaupun merasa intelektual mestinya tidak boleh karena merasa intelek lalu merasa berhak menipu kebenaran sejarah. Memutarbalikkan fakta sejarah yang sesungguhnya adalah perbuatan yang sangat berdosa dan tidak terpuji. Kiranya roh para maharsi yang hanya menetap di Bali saja pun marah mendengarkan tentang kata-kata bahwa Veda tidak lahir di India, sebab para maharsi yang ada di Bali justru datang ke Bali karena mendapat mandat untuk menyebarkan atau mensosialisasikan ajaran Veda di Bali. Agama Hindu memandang bahwa amatlah berdosa sebagai umat Hindu melupakan leluhurnya, leluhur agama Hindu dari India. Jika ada umat Hindu tidak mau menerima pandangan sejarah dan pandangan Agama Hindu itu, maka orang-orang yang demikian itu akan dikelompokkan oleh Emille Durkheim cs., atau oleh para ahli Sejarah Agama sebagai orang-orang penganut Agama Suku atau Agama Terpencil. Sebagai Agama Suku atau Agama Terpencil, maka teologinya juga akan masuk dalam teologi primitif dan atau teologi terpencil. Sekarang timbul pertanyaan, di era modern dengan teknologi yang canggih, yang dapat mencari informasi apa saja, jika Veda dikatakan tidak lahir di India, lalu lahir di mana? Jika jawabannya Veda lahir di gerembengan Dusun Tegal, apakah mau Agama Hindu dikatakan sebagai agama dengan teologi gerembengan, teologi primitif, terpencil, kampungan, teologi bengil cuil, teologi moce? Siapapun orangnya sebagai intelektual Hindu semestinya cerdas dalam menampilkan Agama Hindu di tengah persaingan agama-agama, tidak tampil belog polos bes konyol!!!             

1.2    Agama Hindu
Para ahli dari berbagai negara mengatakan bahwa Agama Hindu adalah agama tertua di dunia dan merupakan nenek moyang semua agama. Svami Sivananda dan Prof. DR. Sarvapali Radhakrishnan mengatakan bahwa kebenaran semua agama dapat ditelusuri melalui Agama Hindu. Tidak ada seorang pun yang dapat membantah kebenaran atas pernyataan ini. Kecuali ilmuwan yang tendensius akan mengatakan bahwa Agama Hindu bukan agama tertua, bahkan mungkin Agama Hindu yang ada sekarangpun dianggap tidak ada. Ada banyak ilmuwan Barat yang memuji dan menghormati Agama Hindu, mereka mengatakan bahwa Agama Hindu adalah agama samudera pengetahuan atau pengetahuan yang mirip rimba raya demikian kata Bleeker, Agama Hindu bebas dari dogma demikian kata Zaehner, ilmu matematika yang ada sekarang ini belum sebanding dengan matematika Veda demikian kata Morgan, Vedanta merupakan keterangan sangat ilmiah tentang hukum-hukum alam demikian kata Herad, Vedanta merupakan usaha untuk meringkas seluruh ilmu pengetahuan begitu pendapat Walker, drama kosmik adalah pikiran Tuhan yang disimbolkan dengan tarian Sivanataraja dalam Agama Hindu, ini pendapat Capra, banyak teori Vedantik yang tetap dapat dipertahankan pada berbagai riset demikian kata Chreighton, di seluruh dunia tidak ada ajaran yang sedemikian luhur dan bermanfaat kecuali Upanisad, biarlah saya mati berbantalkan kitab-kitab Upanisad  demikianlah ucap Schopenhauer, ajaran Upanisad merupakan ajaran konsepsi filosofis yang tiada taranya di dunia, ini pendapat Daussen (Donder, 2001:13-14, 2004:18-21).
Pendapat-pendapat di atas bukan merupakan apologi, karena pendapat ini bukan datang dari umat Hindu atau ilmuwan Hindu, pendapat tersebut justru datang dari ilmuwan non-Hindu. Dengan demikian pastilah pendapat-pendapat mereka bersifat objektif dan dapat dipercaya serta dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Oleh sebab itu amatlah aneh jika ada umat Hindu bahkan beberapa intelektual Hindu menghujat ajaran agamanya sendiri. Keterbatasan pengetahuan terhadap Veda dan ketakmampuan untuk memahami ajaran Agama Hindu yang bersumber dari Veda tidak boleh dijadikan senjata untuk menghujat Veda. Sejarah menunjukkan bahwa Agama Hindu masih tetap ada sampai saat ini karena Veda bersifat anadi-ananta ’tak berawal dan tak berakhir’. Fakta sejarah ini sudah cukup dijadikan alat bukti bahwa Agama Hindu memiliki daya survival

Tidak ada komentar:

Posting Komentar